Senin, 13 Februari 2017 23:13 WIB

Kebal hukum, Mantan Presiden Filipina Kritik Duterte

Editor : Yusuf Ibrahim
Fidel Ramos. (foto istimewa)

JAKARTA, Tigapilarnews.com- Mantan Presiden Filipina, Fidel Ramos, percaya bahwa perang terhadap narkoba yang dikobarkan Presiden Rodrigo Duterte telah melahirkan budaya impunitas atau kebal hukum bagi aparat di negaranya.

Dia mengkritik Duterte yang membuat banyak kebijakan tanpa diskusi. Fidel Ramos, yang terpilih sebagai utusan khusus Duterte untuk mengatasi sengketa Laut China Selatan sengketa, mengatakan ada ”terlalu banyak unilateralisme” di pemerintahan.

Terlebih, pada penegakan hukum dan masalah keamanan. Ramos sejatinya pendukung Duterte saat kampanye pemilu. Namun, kini dia menjadi salah satu kritikus vokal.

”Masuknya presiden kita, Presiden Rodrigo Roa Duterte, ke dalam ini memang telah mengubah kami pada situasi penegakan hukum, hak asasi manusia dan sistem peradilan pidana,” katanya dalam wawancara dengan Rappler.

Menurut laporan media Filipina, Ramos juga tidak senang dengan ide Duterte untuk memberikan wewenang kepada militer agar terlibat perang melawan narkoba yang sudah dijalankan oleh polisi. Alasannya, polisi dan  militer dilatih dan berperan secara berbeda.

“Pekerjaan polisi, yang sedikit berbeda dari operasi militer, tidak mengikuti aturan dasar dari keterlibatan. Anda menembak untuk melumpuhkan, bukan untuk membunuh. Kecuali pistol lawan menunjuk pada Anda untuk membunuh Anda, maka Anda bisa menembak orang itu untuk membela diri,” ujar Ramos.

Negarawan Filipina ini juga meminta Duterte untuk menunjuk seorang duta besar Filipina untuk Amerika Serikat (AS) yang sejatinya merupakan sekutu. Tapi, kata dia, Presiden Duterte telah mengabaikannya karena terobsesi dengan perang melawan narkoba yang telah menewaskan lebih dari 7.600 orang.

”Kita harus melindungi kepentingan kami melalui duta besar, melalui kedutaan di AS. Kami memiliki warga bekewarganegaraan ganda di luar sana,” imbuh Ramos, yang dikutip Senin (13/2/2017).

”Mari kita bekerja dengan dunia. Karena tidak ada pulau independen seperti sekarang. Semua orang saling tergantung,” katanya.(exe/ist)