Selasa, 21 Maret 2017 11:21 WIB

Sidang Ahok, Ahli Linguistik: Al Maidah Dijadikan Alat untuk Membohongi

Editor : Sandi T

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Ahli Linguistik dari Universitas Indonesia (UI), Rahayu Surtiati Hidayat yang menjadi ahli dalam lanjutan sidang kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan terdapat enam klausa dalam pidato Ahok yang menyinggung Surat Al-Maidah Ayat 51.

"Dalam rangkaian kalimat itu punya arti tidak?" tanya Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto dalam sidang ke-15 Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (21/3/2017).

"Pasti punya karena ini kalimat yang terdiri dari beberapa klausa yang mempunyai hubungan satu sama lain," kata Rahayu, menjawab.

Kluasa pertama, kata dia, "jangan percaya sama orang", kedua "kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu enggak bisa pilih saya, dan ketiga "karena dibohongin pakai Surat Al Maidah 51 macem-macem gitu lho".

Selanjutnya, keempat "itu hak bapak ibu, ya". Kelima "jadi kalau bapak ibu perasaan enggak bisa pilih nih, dan keenam "saya takut masuk neraka dibodohin gitu ya, enggak apa-apa, karena ini kan panggilan pribadi bapak ibu".

Lebih lanjut, Hakim Dwiarso menanyakan apakah kata "pakai" dalam pidato Ahok itu sama artinya dengan kata "menggunakan".

"Sama saja, jadi "dibohongi menggunakan Surat Al Maidah" sama dengan "dibohongi pakai Surat Al Maidah"," jawab Rahayu yang juga Guru besar Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia itu.

"Apakah arti dalam kalimat ini?" tanya Hakim Dwiarso.

"Al Maidah itu tidak berbohong hanya dijadikan alat untuk membohongi. Jadi, ada orang yang menggunakan Al Maidah 51 untuk membohongi orang lain," jawab Rahayu.

Dalam lanjutan sidang Ahok kali ini, terdapat tiga ahli yang rencananya akan hadirkan, yakni ahli agama Islam yang merupakan Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Jakarta dan sebagai dosen Fakultas Syariah IAIN Raden Intan, Lampung Ahmad Ishomuddin.

Selanjutnya, ahli bahasa yang merupakan Guru besar linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia Rahayu Surtiati Hidayat dan yang terakhir ahli hukum pidana yang merupakan dosen Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Bandung C. Djisman Samosir.

Ahok dikenakan dakwaan alternatif, yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.

Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

sumber: antara


0 Komentar