Sabtu, 15 Juli 2017 22:01 WIB

Pakar HTN Luruskan Pandangan Keliru Perppu Indonesia

Editor : Sandi T
Pakar Hukum Tata Negara (HTN), Jimly Asshiddiqie. (ist)

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Pemerintah resmi mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 2 tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) pada Senin (10/7/2017).

Meskipun belum disahkan di DPR, Perppu yang diterbitkan pemerintah menuai perdebatan, terutama soal unsur kegentingan dibalik keluarnya Perppu.

Menanggapi hal itu, Pakar Hukum Tata Negara (HTN), Jimly Asshiddiqie menjelaskan sejarah panjang soal tafsir 'genting' tersebut dalam Perppu.

Ia mengatakan sah-sah saja saat ini banyak penafsiran berbeda soal kegentingan dikeluarkannya Perppu. Sebab, Perppu sendiri telah banyak mengalami penyalahgunaan sejak Indonesia merdeka.

"Perppu ini produk yang sudah diubah waktu tahun 49, sudah ganti nama istilahnya sebelumnya itu uu darurat, sedangkan Perppu di UUD 1945 sebenarnya tidak ada, itu bukan nama, itu adalah peraturan pemerintah sebagai undang undang, ada kata sebagai. Artinya ini PP, sejajar dengan PP," tutur Jimly dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (15/7/2017).

Jimly menjelaskan, undang-undang darurat pada saat itu diterbitkan saat negara benar-benar mengalami sesuatu yang darurat. Bahkan undang-undang darurat itu dipantau langsung oleh PBB.

"Ini supaya negara demokrasi jangan sembarangan bikin keadaan darurat, kalo darurat syaratnya itu ada deklarasi keadaan darurat," jelasnya.

Kemudian, seiring berjalannya waktu, karena penguasa ingin membuat undang-undang dengan cara tidak lazim kemudian dibenarkan oleh konsitusi negara tersebut. Termasuk Indonesia.

"Kalau saya jadi Presiden Perppu ini saya akan ganti namanya menjadi undang-undang darurat kembali," ucap Guru Besar FHUI itu.

"Tapi sekarang sudah dipraktekan, jadi ya kita terima saja Perppu ini setingkat undang-undang, begitu disahkan dia mengikat seperti undang-undang," pungkasnya.


0 Komentar