Rabu, 19 Juli 2017 18:36 WIB

Pengamat Sebut BPK Miliki Kepentingan Sudutkan Meneg BUMN

Editor : Danang Fajar
Direktur Kajian Ekonomi dan Bisnis Indonesia Development Monitoring ( IDM) Ferdinand Situmorang (ist)

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Direktur Kajian Ekonomi dan Bisnis  Indonesia Development Monitoring ( IDM) Ferdinand Situmorang menilai perpanjangan pengoperasian terminal peti kemas JICT jadi persoalan hangat karena ketidakberesan dalam proses perpanjangan oleh Pelindo kepada pihak Hunchinson Porf Holding lebih terkesan berbau Politik dibandingkan mendudukan persoalan yang sebenarnya.

Ferdinand mengaku terkait hasil audit BPK yang diminta oleh Pansus DPR tentang Pelindo 2 sangat tidak professional dan sepertinya lebih pada pesanan.

"BPK banyak melakukan pelanggaran kode etik dalam proses audit dan laporannya yang lebih ditujukan menyudutkan serta mendelegitimasi  Menteri BUMN Rini Soemarno.," kata Ferdinan, Rabu (19/7/2017)

Dia mengatakan, perjanjian perpanjangan pengoperasis terminal peti kemas JICT dengan antara pelindo 2 dan HPH terjadi pada bulan Agustus 2014.

"Dimana Pelindo 2 dan HPH sepakat memperpanjang durasi kerja sama selama 25 tahun, mulai 2014 hingga 2039," jelasnya.

Mantan GM Senior PT Rukindo ini menegaskan perjanjian pengoperasian JICT oleh HPH dimulai tahun 2019 -2039 dan hingga tahun 2019 masih berlaku perjanjian yang lama yaitu perjanjian yang dilakukan tahun 1999 hingga 2019.

Dia menyebutkan Menteri BUMN Rini Soemarno yang dituding BPK telah melakukan  kelalaian pengawasan kementerian terhadap proses kerja sama tersebut adalah salah besar sebab payung Besar perjanjian perpanjangan pengoperasian JICT oleh HPH sudah terjadi diera Menteri Dahlan Iskan menjadi menteri BUMN serta penunjukan Deutsche Bank (DB) sebagai financial advisor oleh PT Pelindo II  untuk melakukan penilaian  dalam menilai penawaran dari HPH.

"Sangat jelas sekali kalau hasil audit BPK sangat tidak professional dan lebih ditujukan untuk menyudutkan Menteri BUMN Rini Soemarno ," tegasnya.

Sebab tidak mungkinlah seorang Menteri BUMN sekalipun sebagai pemegang kendali terhadap BUMN - BUMN, tetapi tidak serta merta bisa melakukan pembatalan perjanjian Antara  Pelindo  2 dan Pihak HPH, 

"Karena Pelindo 2 sekalipun milik negara 100 Persen tetapi juga tunduk pada UU Perseroaan Terbatas Dalam pengelolaannya ,artinya bukan menjadi tanggung jawab Menteri BUMN ketika pelindo 2 melakukan Aksi korporasinya ," ujarnya.

Menurutnya jelas sudah hasil Audit BPK terkait pengoperasian JICT oleh HPH sangat tidak professional dan merupakan semacam balas jasa dari Anggota BPK yang baru saja terpilih kepada DPR.

"Karena itu Indonesia Development Monitoring sangat menyayangkan kerja BPK yang tidak professional dan terkesan pesanan serta banyak pelanggaran Kode etik dalam proses audit nya," ungkapnya.

BPK juga  tidak pernah memprediksi dalam Dua puluh tahun mendatang akan dibangunnya pelabuhan Internasional yang jauh lebih besar dan dekat dengan Pusat Industri di Jawa Barat seperti Rencana Pemprov Jawa Barat akan membangun pelabuhan internasional ini juga akan berdampak pada pendapatan JICT di masa mendatang.

Dia meyakinkan bahwa Surat Meneg BUMN Rini Soemarno dengan nomor S318/MBU /6/2015 tertanggal  9 Juni 2016  Tidak Ada yang salah dari Meneg BUMN dan Jelas Ada point point yang disyaratkan oleh Meneg BUMN Dalam proses perpanjangan kepada Direksi Pelindo 2 ketika dipimpin Lino, seperti Surat menhub yang mengingatkan tentang proses perpanjangan pengoperasian JICT Harus ijin kementerian perhubungan sebagai Regulator

Serta kepemilikan saham JICT Harus minimal 51% dan dilaksanakan sesuai UU dan Peraturan yang berlaku dengan Tata kelola Perusahaan yang Baik

"Jadi sebaiknya Joko Widodo dan KPK jangan terkecoh dengan hasil audit BPK tersebut sebagai cara untuk mendegradasi dan menyalahkan kementerian BUMN," tutupnya.


0 Komentar