Kamis, 14 September 2017 09:17 WIB

DPR: UU Penyadapan Perlu Payung Hukum

Editor : Rajaman

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Komisi III DPR berinisiatif membuat Rancangan Undang-undang (RUU) tata cara penyadapan. Pasalnya, putusan Mahkamah Kontitusi (MK) menyatakan penyadapan harus diatur oleh payung hukum setingkat UU.

Anggota Komisi III DPR RI Wihadi Wiyanto mendukung hal itu. Menurutnya, masalah penyadapan adalah hal sangat sensitif dan ada beberapa lembaga yang bisa mempunyai kewenangan melakukan penyadapan.

"Jadi UU penyadapan memang perlu ada sehingga ada aturan-aturan  penyadapan yang harus di taati antar lembaga," kata Wihadi kepada Tigapilarnews.com, Kamis (14/9/2017). 

Politikus Gerindra ini menilai, jika tidak ada payung hukum mengatur masalah UU penyadapan. Maka, masing-masing antar aparat penegak hukum bisa menyadap orang lain sehingga terjadi tarik menarik informasi. 

"Dan karena juga penyadapan masuk ke ruang privacy dari seseorang maka perlu di bekali payung hukum agar tidak di pergunakan untuk hal-hal yang tidak ada dengan hubungannya dengan masalah pro yustitia atau masalah teroris," jelasnya.

Sebelumnya diberitakan, Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengatakan, penyusunan RUU merupakan tindak lanjut dari adanya putusan Mahkamah Konsitusi yang mengatakan penyadapan merupakan bentuk pembatasan terhadap hak privasi seseorang yang merupakan bagian dari HAM yang seharusnya diatur dengan undang-undang.

"Maka kami Komisi III DPR akan ambil inisiatif untuk membuat RUU tata cara penyadapan sebagai inisiatif DPR," ujar Bambang di gedung DPR, Selasa (12/9/2017).

Menurut Bambang, pengaturan tersebut perlu diatur setingkat undang-undang agar penyadapan yang berlaku di lembaga penegak hukum maupun yang terkait seragam. Sebab, selama ini tata cara penyadapan yang harus terlebih dahulu memperoleh izin pengadilan,  tidak berlaku untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Intelijen Negara (BIN) yang bukan pro justisia.

"Karna penyadapan itu bukan hanya hak KPK. tapi ada di berbagai lembaga negara lainnya seperti BIN, BNN BNPT dan lain lain, hanya memang KPKlah yang tidak membutuhkan izin, sementara lembaga lain membutuhkan perizinan. kecuali juga BIN tapi bukan pro justisia,"ujarnya.

Karenanya terkait RUU tersebut, Komisi III DPR telah menunjuk anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP sebagai penanggung jawab penyusunan RUU tersebut. Nantinya juga, penyusun akan segera memulai melaksanakan dan mengundang berbagai pendapat akademisi untuk penyusunan RUU tersebut.

Menurutnya kemungkinan juga pembahasan RUU baru bisa dimulai pada tahun 2018, sebab ia menargetkan akhir 2017 penyelesaian draft RUU. "Kita baru menyiapkan tornya. Kemungkinan akhir tahun ini baru tergambar drafnya. Mungkin tahun depan bisa jalam pembahasannya. tapi kita targetkan dalam periode kami 2014-2019 ini bisa kita selesaikan," katanya.

Menurutnya, jika RUU tersebut kemudian telah diundangkan, maka semua tata cara prosedur penyadapan akan mmegacu pada aturan tersebut, tak terkecuali KPK. "Ya pasti pembahasan kita undang KPK untuk ikut membahas. nanti gimana bentuk hasil UU-nya kan tidak bisa DPR yang nentukan tapi bersama pemerintah stakeholder lain BIN, BNN, kepolisian kejaksaan BNPT dan KPK," kata Politikus Partai Golkar tersebut.


0 Komentar