Jumat, 13 April 2018 07:12 WIB

DPR Tagih Janji Jokowi Buka 10 Juta Lapangan Kerja

Editor : Rajaman
Presiden Joko Widodo (Jokowi). (foto istimewa)

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf mempertanyakan janji Presiden Joko Widodo yang akan membuka 10 juta lapangan kerja untuk rakyat Indonesia.

Janji tersebut tercatat sebagai salah satu janji dari jualan kampanye Jokowi saat maju di Pilpres 2014 silam. 
 
Pertanyaan ini disampaikan Dede saat merespon kebijakan Presiden yang justru memberikan kesepatan kerja bagi warga negara asing di Indonesia, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PTKA). 
 
Dia menyebut, Perpres PTKA tersebut perlu dikoreksi, karena terkesan kontradiktif dengan janji Jokowi yang akan membuka lapangan kerja bagi rakyatnya sendiri. 
 
Dede pun mengak bingung, karena di satu sisi Jokowi berjanji akan membuka kesempatan kerja yang besar, namun di sisi lain, ada Perpres yang memberi kemudahan bagi orang asing bekerja di Indonesia.
 
"Perpres ini bertentangan dengan janji pemerintah untuk membuka 10 juta lapangan pekerjaan atau tidak?, jika bertentangan itu harus dikoreksi," kata Dede di gedung DPR, Kamis (12/4/2018).
 
Karenanya, politisi Demokrat ini meminta Perpres PTKA agar dikaji lagi untuk mengetahui perlu tidaknya dilakukan revisi, agar tidak saling bertentangan.
 
Sebab, menurut Dede, aturan ini rawan disalahgunakan untuk menampung pekerja asing. 
 
"Jangan sampai nanti lapangan pekerjaan itu digunakan untuk menampung orang asing," cetus Dede.

sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang kemudahan izin bagi tenaga kerja asing (TKA). Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri meminta masyarakat tidak resah.

Alasannya, terang Hanif, pemerintah juga masih membatasi pekerja asing dari berbagai jenis pekerjaan yang masih bisa dipenuhi kompetensi lokal.

“Khawatir boleh. Tapi jangan terlalu khawatir. Percaya kepada pemerintah bahwa kami memiliki skema pengedali yang jelas. Tetap memiliki kualifikasi dan pekerja kasar juga tetap dilarang. Ini demi investasi dan lapangan kerja makin banyak,” ujar Hanif di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamis (5/4/2018).

Lebih lanjut ia menegaskan, beleid ini bukan untuk menambah arus tenaga kerja asing, tetapi hanya untuk mempermudah birokrasinya. Memang ada beberapa jenis pekerjaan di mana TKA tidak membutuhkan persetujuan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), tapi hal itu bersifat situasional.

Misalnya, jika ada kondisi kahar terkait konstruksi di dalam negeri dan itu hanya bisa diatasi oleh pekerja asing, maka mau tak mau pekerja asing itu tak butuh persetujuan RPTKA. Apalagi, sifatnya cuma sebentar.

“Ya kalau butuh mendadak, tapi si TKA harus menunggu RPTKA kan keburu rusak mesin yang mau dibetulkan. Ini hanya sementara kok, ini tetap kami awasi,” ujar dia.

Selain itu, ia juga meyakinkan masyarakat bahwa kesempatan kerja bagi tenaga kerja dalam negeri semakin melimpah.

Ia mengutip data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang menunjukkan bahwa sudah ada 1,17 juta tenaga kerja Indonesia terserap dari realisasi investasi sebesar Rp692,8 triliun.

Di samping itu, Badan Pusat Statistikj (BPS) mencatat bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka pada bulan Agustus 2017 tercatat di angka 7,04 juta jiwa, atau 5,5 persen dari seluruh angkatan kerja. Secara persentase, angka ini turun dari posisi tahun lalu yakni 5,61 persen.

“Jadi tidak usah terlalu khawatir. Ini kan memperpendek jalur birokrasinya saja, karena secara prinsip seluruh peraturan itu perlu dideregulasikan,” pungkas dia.

Diketahui, pemerintah kini tidak mewajibkan seluruh Tenaga Kerja Asing (TKA) yang bekerja di Indonesia untuk memeperoleh Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yang disetujui oleh Kementerian dan Lembaga teknis terkait. Hal ini tercantum di dalam Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing.

Sesuai pasal 10 beleid tersebut, pemberi kerja tidak wajib memberikan RPTKA bagi TKA yang memegang saham dan menjabat sebagai anggota direksi, pegawai diplomatik, dan jenis-jenis pekerjaan yang masih dibutuhkan pemerintah.
Rencananya, jenis-jenis pekerjaan yang masih dibutuhkan pemerintah akan diatur ke dalam Peraturan Menteri Ketenegakerjaan tersendiri.

Kalau pun tenaga kerja asing memerlukan RPTKA, kini pemerintah menjamin durasi pengesahannya maksimal hanya dua hari saja, atau lebih cepat sehari dari ketentuan sebelumnya yakni tiga hari kerja.

“Pengesahan RPTKA diberikan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk paling lama dua hari sejak permohonan diterima secara lengkap,” ujar Jokowi melalui beleid tersebut.

Data Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, saat ini ada 126 ribu TKA yang ada di Indonesia per Maret 2018. Angka ini bertumbuh 69,85 persen jika dibandingkan posisi akhir 2016 yakni 74.813 orang.


0 Komentar