Jumat, 26 Oktober 2018 04:53 WIB

KPK Periksa Presdir Lippo Cikarang dalam Kasus Meikarta

Editor : A. Amir
Presdir Lippo Cikarang, Toto Bartholomeus saat keluar dari gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (25/10/2018) sekitar pukul 22.20 WIB.

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periksa Presdir Lippo Cikarang, Toto Bartholomeus dan Direktur PT Lippo Karawaci, Ketut Budi Wijaya.sebagai saksi untuk tersangka Billy Sindoro dalam kasus dugaan suap pada proses perizinan proyek Meikarta di gedung Merah Putih KPK, jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (25/10/2018)

Toto bungkam pada saat ditanya soal materi pemeriksaannya. Toto cuma tersenyum dan langsung berjalan ke mobil Toyota Fortuner putih yang telah menunggunya.

KPK melakukan pemeriksaan terhadap 12 saksi untuk tersangka Billy Sindoro. Dua di antaranya adalah petinggi Lippo, yaitu Mantan Presiden Direktur Lippo Cikarang Toto Bartholomeus dan Presiden Direktur Lippo Karawaci Ketut Budi Wijaya.

Pemeriksaan keduanya untuk mendalami peran korporasi dalam pemberian suap ke Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin.

"Saya meyakini ada alasan cukup untuk memeriksa manajemen Lippo. Lebih Terutama dilihat peran korporasinya. Kami ingin mendalami sejauh mana korporasi berperan dala pemberian suap kepada Bupati Bekasi. Apakah itu kebijakan manajemen," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.

Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan 9 orang tersangka, yaitu Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor.

Kemudian Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati, Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi, Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, Konsultan Lippo Group Taryadi, Konsultan Lippo Group Fitra Djaja Purnama, dan pegawai Lippo Group Henry Jasmen.

Para tersangka dari jajaran Pemkab Bekasi diduga menerima Rp 7 miliar terkait perizinan proyek Meikarta. Duit itu disebut sebagai bagian dari fee fase pertama yang bernilai total Rp 13 miliar.


0 Komentar