Rabu, 21 Oktober 2020 21:48 WIB

Himpunan Pengusaha Nahdliyin Yakni Pemutihan Kredit Bisa Bangkitkan UMKM

Editor : Yusuf Ibrahim
Himpunan Pengusaha Nahdliyin (HPN) DKI Jakarta, Samsul B. Ibrahim. (foto istimewa)
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Pandemi Covid-19 yang tidak kunjung selesai membuat perekonomian masyarakat semakin terpuruk.
 
Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) pun menjadi salah satu sektor yang mendapatkan pukulan telak. Padahal selama ini UMKM mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam perekonomian nasional. Menurut data Kementerian Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) tahun 2018, jumlah pelaku UMKM sebanyak 64,2 juta atau 99,99% dari jumlah pelaku usaha di Indonesia dan daya serap tenaga kerja UMKM adalah sebanyak 117 juta pekerja atau 97 persen dari daya serap tenaga kerja dunia usaha. 
 
Sementara kontribusi UMKM terhadap perekonomian nasional (PDB) sebesar 61,1%, dan sisanya yaitu 38,9% disumbangkan oleh pelaku usaha besar yang jumlahnya hanya sebesar 5.550 atau 0,01 persen dari jumlah pelaku usaha. UMKM tersebut didominasi oleh pelaku usaha mikro yang berjumlah 98,68 persen dengan daya serap tenaga kerja sekitar 89 persen. Sementara itu sumbangan usaha mikro terhadap PDB hanya sekitar 37,8%.
 
Kemudian pada 2019, kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto ( PDB) Indonesia mencapai 65 persen atau sekitar Rp 2.394,5 triliun. UMKM pun memberikan kontribusi terhadap sektor ketenagakerjaan, yakini 96 persen dari 170 juta tenaga kerja.
 
Dengan data-data tersebut diatas, pemerintah didorong membuat kebijakan jitu guna mencari solusinya. Salah satunya dengan pemutihan kredit khususnya bagi pelaku UMKM yang kini penghasilannya turun drastis.
 
Ketua Pengurus Wilayah Himpunan Pengusaha Nahdliyin (HPN) DKI Jakarta, Samsul B. Ibrahim, menegaskan jika pemerintah mewujudkan hal tersebut maka bisa membantu keberlanjutan usaha pelaku UMKM dan mampu bertahan menghadapi kondisi yang tidak pasti ini.
 
"Contohnya saja, pelaku UMKM yang anggota HPN umumnya bersifat perorangan sehingga pinjamnnya hanya sekitar 5-10 juta rupiah. Namun, mereka justru  menjadi penyangga atau penggerak ekonomi sesungguhnya di masyarakat bawah atau akar rumput. Karena itu, pemerintah harus melindungi dan mambantunya secara optimal” terangnya ketika membuka pembicaraan.
 
"Kami menilai program pemerintah salah satunya adalah dukungan fiskal untuk mendukung UMKM melalui stimulus kredit UMKM sudah tepat, tapi belum cukup. Untuk mempercepat UMKM bergerak dan bangkit lagi dengan memberikan pemutihan kredit," urainya.
 
Dalam penilaiannya, pemerintah tak perlu menyisihkan uang negara untuk menyelamatkan PT Asuransi Jiwasraya (Persero), baik dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) atau pemberian dana talangan (bailout) senilai Rp22 Triliun. 
 
Sangat bermanfaat dan nyata, dilanjutkannya, jika yang dibantu adalah pelaku usaha UMKM. Apalagi, segmen usaha ini menguasai pangsa pasar hampir 90 persen
dan berkontribusi terhadap 60 persen perekonomian nasional.
 
Terutama di skala mikro, cukup rapuh karena pendapatan usaha berbasis harian dan tidak menentu. Sektor ini juga mengandalkan belanja masyarakat. Tak heran, sejak pelaksanaan kebijakan isolagi mandiri atau pun Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), kinerja UMKM merosot tajam.
 
"Perlu sinergi antar otoritas terkait untuk membantu UMKM kembali bangkit. Mengurangi pengangguran solusinya hanya dengan membuka lapangan kerja atau usaha baru. Tapi tidak harus dengan mendirikan industri besar, cukup membuka usaha mikro. Mendorong masyarakat untuk menciptakan lapangan kerjanya sendiri, maka angka pengangguran di Indonesia perlahan-lahan berkurang," paparnya.
 
"Banyak UMKM yang mati-matian bertahan agar tidak muncul banyak pengangguran baru di negeri ini, sehingga sudah selayaknya mereka menjadi prioritas. UMKM terbukti mampu menyerap tenaga kerja tinggi, menekan angka kemiskinan dan pemerataan ekonomi. Bagi yang sudah besar, bisa kasih pemasukan devisa bagi negara. UMKM pulih, maka perekonomian nasional juga akan bangkit," pungkasnya.(mir)

0 Komentar