Selasa, 28 Desember 2021 11:41 WIB

Biden Sahkan Belanja Pertahanan AS Lebih dari Rp10.961 Triliun di Tengah Permusuhan dengan Rusia dan China

Editor : Yusuf Ibrahim
Presiden Joe Biden. (foto istimewa)

JAKARTA, Tigapilarnews.com-Belanja pertahanan Amerika Serikat (AS) untuk tahun fiskal 2022 naik menjadi USD770 miliar atau lebih dari Rp10.961 triliun.

Kenaikan anggaran itu disahkan Presiden Joe Biden di tengah permusuhan Amerika dengan Rusia dan China yang semakin memanas. Gedung Putih pada hari Senin mengumumkan bahwa Presiden Biden telah menandatangani Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional atau NDAA tahun fiskal 2022.

Nominal belanja pertahanan yang besar itu terungkap dalam UU tersebut. Awal bulan ini, Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Amerika memberikan suara mayoritas untuk rancangan undang-undang (RUU) pertahanan dengan dukungan kuat dari Partai Demokrat dan Partai Republik.

“Undang-undang tersebut memberikan manfaat vital dan meningkatkan akses keadilan bagi personel militer dan keluarga mereka, dan mencakup otoritas penting untuk mendukung pertahanan nasional negara kita,” kata Biden dalam sebuah pernyataan setelah menandatangani RUU tersebut menjadi UU, seperti dikutip Reuters, Selasa (28/12/2021).

NDAA diawasi dengan ketat oleh banyak industri dan kepentingan lainnya karena ini adalah satu-satunya undang-undang utama yang menjadi aturan tahunan dan karena membahas berbagai masalah. NDAA telah menjadi undang-undang setiap tahun selama enam dekade.

Mengotorisasi pengeluaran militer sekitar 5 persen lebih banyak daripada tahun lalu, NDAA fiskal 2022 adalah kompromi setelah negosiasi intens antara DPR dan Senat setelah terhenti oleh perselisihan mengenai kebijakan China dan Rusia.

Ini termasuk kenaikan gaji 2,7 persen untuk pasukan, dan lebih banyak pembelian pesawat tempur dan kapal perang Angkatan Laut, di samping strategi untuk menghadapi ancaman geopolitik, terutama Rusia dan China. NDAA mencakup USD300 juta untuk Inisiatif Bantuan Keamanan Ukraina, yang memberikan dukungan kepada angkatan bersenjata Ukraina, USD4 miliar untuk Inisiatif Pertahanan Eropa dan USD150 juta untuk kerja sama keamanan Baltik.

Khusus tentang China, UU tersebut mencakup USD7,1 miliar untuk Inisiatif Pencegahan Pasifik dan pernyataan dukungan Kongres untuk pertahanan Taiwan, serta larangan Departemen Pertahanan untuk mendapatkan produk yang diproduksi dengan kerja paksa dari wilayah Xinjiang, China.

UU itu juga menciptakan komisi 16-anggota untuk mempelajari perang di Afghanistan. Biden mengakhiri konflik di negara itu- sejauh ini tercatat sebagai perang terpanjang bagi AS-pada bulan Agustus lalu.

Bahkan ketika mengumumkan pengesahan NDAA, Gedung Putih mengkritik ketentuan dalam UU tersebut yang melarang penggunaan dana untuk mentransfer tahanan Teluk Guantanamo ke tahanan negara asing tertentu atau ke Amerika Serikat kecuali jika kondisi tertentu dipenuhi.

"Ini adalah posisi lama [Gedung Putih] bahwa ketentuan ini terlalu merusak kemampuan cabang eksekutif untuk menentukan kapan dan di mana menuntut tahanan Teluk Guantanamo dan ke mana harus mengirim mereka setelah dibebaskan," kata Biden dalam sebuah pernyataan.

Dibentuk untuk menampung tersangka asing setelah serangan 11 September 2001 di New York dan Washington, penjara Guantanamo itu melambangkan ekses “perang melawan teror” AS karena metode interogasi yang keras yang menurut para kritikus sama dengan penyiksaan.

Biden mengatakan dia berharap untuk menutup penjara itu sebelum masa jabatannya berakhir tetapi pemerintah federal masih dilarang oleh hukum untuk memindahkan narapidana ke penjara di daratan AS. Bahkan dengan Partai Demokrat yang mengendalikan Kongres sekarang, Biden memiliki mayoritas yang sangat tipis sehingga dia akan berjuang untuk mengamankan perubahan legislatif karena beberapa politisi Demokrat mungkin juga menentangnya.(mir)


0 Komentar