20 jam yang lalu

Pimpinan Organisasi Advocat Dilarang Rangkap Pejabat Negara

Editor : Yusuf Ibrahim
Advokat. (ilustrasi istimewa)

JAKARTA, TIGAPILARNEWS.COM- Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh Advokat bernama Andri Darmawan.

Adapun dia memohonkan pengujian materi Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat terhadap Pasal 27 ayat (1), 28D ayat (1), 28E ayat (3), dan 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.

"Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian," ujar Ketua MK Suhartoyo, Rabu (30/7/2025).

Dalam putusannya, MK menegaskan bahwa pimpinan organisasi advokat hanya memegang masa jabatan selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali satu kali tidak lebih. MK juga melarang pimpinan organisasi advokat memiliki jabatan lain di partai politik.

Apabila pimpinan organisasi advokat menduduki jabatan di pemerintahan, maka harus mengundurkan diri dari keorganisasiannya.

Sebab, Suhartoyo menyampaikan bahwa norma Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat sebagaimana telah dimaknai dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XX/2022 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai.

"Pimpinan organisasi advokat memegang masa jabatan selama lima tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut dan tidak dapat dirangkap dengan pimpinan partai politik, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah dan nonaktif sebagai pimpinan organisasi advokat apabila diangkat/ditunjuk sebagai pejabat negara," ucap Suhartoyo.

Sebelumnya, dalam permohonannya Andri Darmawan mempersoalkan tidak adanya ketentuan larangan jabatan pimpinan organisasi yang tidak dapat dirangkap dengan pejabat negara dalam pasal yang diuji tersebut.

“Pimpinan organisasi advokat yang merangkap sebagai pejabat negara menyebabkan organisasi advokat menjadi tidak bebas dan mandiri karena adanya intervensi kekuasaan pemerintahan dalam organisasi advokat dan juga kecenderungan adanya dominasi individu atau kelompok organisasi advokat tertentu yang dapat berujung pada penyalahgunaan kekuasaan yang jamak dipahami,” ujar Andri dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di Ruang Sidang MK, Jakarta, Selasa (4/3/2025).

Pasal 28 ayat (3) UU Advokat berbunyi, “Pimpinan organisasi advokat memegang masa jabatan selama 5 tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut, dan tidak dapat dirangkap dengan pimpinan partai politik, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.”

Pasal tersebut telah dimaknai melalui Putusan MK Nomor 91/PUU-XX/2022 yang diucapkan pada 31 Oktober 2022.

Dia mengatakan, Otto Hasibuan selaku pimpinan organisasi advokat Peradi telah diangkat sebagai Wakil Menteri Koordinator (Wamenko) Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi, dan Pemasyarakatan pada 21 Oktober 2024. Namun, sampai saat ini Otto pun masih menjabat Ketua Umum Peradi.

Bahkan, Otto Hasibuan selaku Ketua Umum Peradi menyampaikan rekomendasi hasil Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Peradi 2024 di Bali pada 5-6 Desember yang salah satunya mendesak Mahkamah Agung (MA) mencabut Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 73 Tahun 2015 tentang Penyumpahan Advokat.

Otto menyarankan agar semua advokat yang telah disumpah bergabung ke organisasi Peradi serta meminta MA hanya melakukan penyumpahan terhadap calon advokat yang diusulkan Peradi.

Menurut Andri, yang tergabung dalam Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini, rekomendasi yang disampaikan Otto dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum Peradi tidak dapat dipisahkan dari kapasitasnya saat ini sebagai Wamenko.

Dia mengatakan, rekomendasi tersebut dapat saja dimaknai sebagai rekomendasi dari Kementerian Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Permasyarakatan. Rekomendasi tersebut pun bertentangan dengan kondisi faktual saat ini terkait banyaknya organisasi advokat yang secara de facto ada melaksanakan tugas dan fungsi organisasi advokat.

Selain itu juga tidak sesuai dengan Putusan MK Nomor 112/PUU-XII/2014 yang menyatakan Pasal 4 ayat (1) UU Advokat bertentangan dengan UUD NRI 1945 sepanjang tidak dimaknai, “Pengadilan Tinggi atas perintah undang-undang wajib mengambil sumpah bagi para advokat sebelum menjalankan profesinya tanpa mengaitkan dengan keanggotaan organisasi yang secara de facto ada yaitu PERADI dan KAI.”

Selain itu, tindakan Otto Hasibuan yang tidak patuh terhadap Putusan MK Nomor 91/PUU-XX/2022 karena memimpin Peradi selama tiga periode, padahal Mahkamah telah melakukan pembatasan terhadap pimpinan organisasi advokat yang hanya boleh menjabat selama dua periode.

Menurut Andri, pimpinan organisasi advokat yang merangkap sebagai pejabat negara menimbulkan konflik kepentingan (conflict of interest) karena tidak bisa memisahkan antara kepentingan individu atau kelompok organisasi dengan kepentingan tugas jabatannya sebagai pejabat negara.

“Dan bahkan cenderung menyalahgunakan kekuasaannya dengan mengabaikan putusan Mahkamah untuk kepentingan individu atau kelompok organisasi dan ke depan dapat dipastikan Prof Dr Otto Hasibuan SH, MH dalam kapasitasnya Wakil Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan,” kata Andri.(mur)


0 Komentar