Rabu, 25 Januari 2017 13:19 WIB

Pabrik Air Mineral Tanpa Izin Edar Disegel BPOM

Reporter : Hendrik Simorangkir Editor : RB Siregar
Kapolresta Tangerang, Kombes Asep Edi Suheri memberi keterangan soal penyegelan pabrik air mineral tanpa izin edar. (foto: Hendrik)

TANGERANG, Tigapilarnews.com - Aparat gabungan Polresta Tangerang bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Provinsi Banten, Rabu (25/1/2017) menyegel pabrik air mineral tanpa ijin edar di Jalan Raya Margasari, Desa Marga Sari, Kecamatan Tigaraksa, Kabupaten Tangerang. 

Pabrik dengan merek dagang ST Qua itu disegel karena  menyalahi prosedur, dengan cara menyedot air tanah, lalu disalurkan ke filter penyaringan  kemdian dikemas dalam kemasan cup (gelas). 

"Minuman air mineral tanpa ijin edar ini dipasarkan hingga wilayah Banten, dengan keuntungan ratusan juta rupiah tiap bulan," ujar Kapolresta Tangerang, Kombes Asep Edi Suheri. 

Sementara itu, Kepala BPOM Provinsi Banten, M. Kashuri mengatakan, terkait adanya proses higienis yang tertera di dus kemasan melalui proses ozonisasi, BPOM akan membawa beberapa sample untuk diuji lab.

"Kita akan dalami dahulu terkait proses ozonisasi tersebut. Karena diketahui yang beredar di lapangan ada bakteri berlebih, yang bisa membahayakan kesehatan masyarakat seperti diare infeksi saluran pernapasan dan pencernaan," jelas Kashuri. 

Apabila hasil uji lab tidak ditemukan adanya bakteri yang berlebihan, BPOM akan membantu untuk memproses ijin edar pabrik tersebut. 

"Kalau hasil  uji lab tidak ditemukan adanya bakteri berlebih, kami akan bantu pabrik tersebut untuk mengurus ijin edarnya. Tapi, itu pun harus memenuhi persyaratan lainnya, seperti pabrik yang harus memenuhi kata layak," terangnya. 

Di tempat yang sama, Teti, salah seorang pegawai yang telah lama mengabdi selama empat tahun di pabrik tersebut menuturkan, rata-rata pekerja di sini diambil dari masyarakat sekitar pabrik. 

"Ada 20 pegawai di sini, 95 persen yang bekerja di sini warga sekitar pabrik. Kami di sini disuruh bungkam atas proses pembuatannya oleh yang punya. Kami dibayar tiap hari dengan besaran Rp40 ribu," pungkas Teti. 

Atas perbuatannya, kini pemilik pabrik tengah dilakukan penyelidikan lebih lanjut di Polresta Tangerang, dan dijerat dengan UU No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dan UU Nomor 18 tahun 2012 tentang pangan.