Rabu, 08 Juli 2020 11:20 WIB

Djoko Tjandra Bukan Buronan

Editor : A. Amir
Pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) Selasa malam (07/07/2020).

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking bahwa kliennya itu adalah orang bebas merdeka, itu disampaikan dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) Selasa malam (07/07/2020).

Lebih lanjut Anita mengatakan Jaksa tidak bisa melakukan Peninjauan Kembali (PK) sebagaimana undang-undang diatur secara khusus di KUHAP pasal 263 ayat 1, dimana 2 aturan dilabrak (ditabrak) oleh Jaksa:

Pertama, subjek hukumnya bahwa pemohon PK adalah hanya terpidana atau ahli waris.

Kedua, putusannya onslag (lepas dari segala tuntutan).

Artinya 2 subjek dan objek ini sudah dilanggar oleh Jaksa.

Perkara ini oleh pengacara disebutkan memprihatinkan karena Djoko Tjandra sudah mengalami proses 21 tahun. Sejak tahun 1999 sudah mengalami penahanan, baik penahanan rutan (rumah tahanan) maupun penahanan kota, suatu proses waktu cukup panjang.

Melalui pengacaranya, Djoko Tjandra mau meluruskan masalahnya kepada masyarakat. Sebagai pengacara, Anita berharap dalam acara Indonesia Lawyers Club yang dihadiri anggota DPR RI dan para pakar hukum agar adanya pandangan-pandangan hukum yang baik (pencerahan) kepada Djoko Tjandra.

Bahwa setelah "8 tahun kemudian" setelah dilakukan eksekusi terhadap putusan, Jaksa telah melaksanakan lalu kemudian Jaksa melakukan PK. Oleh Anita menyebutnya "by order" diduga ada kekuasaan yg melakukan ini.

"Djoko Tjandra seorang pengusaha property cukup besar merasa didzolimin tahun 2009, dikriminalisasi hukum dengan kekuasaannya. Bagaimana mau investor asing mau masuk ke Indonesia bila tidak ada trust (kepercayaan) ?" jelas Anita.

Djoko Tjandra datang ke Indonesia, bahwa syarat mengajukan PK adalah harus hadir untuk memenuhi ketentuan hukum SEMA (surat edaran Mahkamah Agung). Didampingi oleh pengacaranya, Djoko Tjandra ke PN (pengadilan negeri), itu menjelaskan bahwa Djoko Tjandra secara bebas keluar masuk.

Bahwa status buron (tidak tergambar), itu dibantah oleh Anita. Oleh kemenkumham tahun 2012 dimintakan 6 bulan saja oleh Kejaksaan untuk pencekalannya. Dengan demikian setelah 6 bulan berarti bebas.

Tahun 2014 red notice sudah tidak ada (permintaan untuk menemukan dan menahan sementara seseorang yang dianggap terlibat dalam kasus kriminal). Namun status seseorang tersebut sudah ditetapkan sebagai tersangka dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Berarti Djoko Tjandra sudah orang bebas.

Lalu kita lihat beberapa urutan yg disampaikan dalam siaran pers Kemenkumham, mengatakan bahwa Djoko Tjandra itu tanggal 13 Mei sudah dihapus dari sistem perlintasan. Itu mengartikan bahwa Djoko Tjandra itu orang bebas.

Bahwa selama ini Djoko Tjandra melakukan perjalanan bebas merdeka bukan sebagai buron atau kabur sebelum vonis Mahkamah Agung. Bila kemudian Djoko Tjandra kecewa (sakit hati) atas putusan hukuman yang diterimanya, belum kembali ke Indonesia karena Djoko Tjandra masih memperjuangkan kebenaran hukum dan keadilan bagi dirinya.

Anita meminta agar beri kesempatan ruang dan waktu kepada Djoko Tjandra untuk meyakinkan bahwa dia tidak bersalah.

Ada apa tahun 2009 itu ?

Siapa yang order itu ?

Bahwa Anita ingin mengungkapkan bila Djoko Tjandra itu sudah betul-betul orang yang bebas, sudah selesai vonis dan sdh dilaksanakan eksekusinya.

"Lalu kemudian mencari-cari (dicarikan) masalah, padahal sudah close book (case closed) pada tahun 2001. Gak ada lagi cerita, sudah dieksekusi oleh Jaksa untuk melaksanakan isi putusan " beber Anita.

Jadi kembali lagi Anita ingin mengatakan: "Bahwa yang disebut DPO atau buronan, meskipun tidak ada cerita ketika orang itu sudah dijatuhkan hukuman maka dia harus menjalani tapi kembali bicara administrasi, harus ada permohonan dari Kejaksaan," jelas Anita.

Selanjutnya Anita meminta para wartawan dan media yang menyampaikan berita-berita miring ini: "Saya ingin meluruskan bila kita melihat secara administrasi bahwa apa yang (sudah) diungkapkan oleh Kemenkuham, ada beberapa point-point ini. Jadi saya hanya mengutip apa yang (disampaikan) siaran pers oleh Kemenkumham." papar Anita.

"Bahwa pada tanggal 27 Juni, mari kita perhatikan disini, 2 hari sebelum sidang dimulai barulah dimintakan oleh Kejaksaan status DPO," ungkap Anita.

Djoko Tjandra tidak berhenti mencari keadilan bagi dirinya. Muncul pertanyaan, kenapa baru sekarang ?

Ada proses hukum yang sudah dijalankan juga, lalu ada permohonan yang dilakukan tahun 2009 tetapi ditolak oleh Mahkamah Agung dengan PK. Lalu ada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengatakan memperjelas bahwa Jaksa tidak boleh melakukan PK. Yang kemudian uji materiilnya dikabulkan oleh MK dengan Keputusan No.33 tahun 2016.

"Perkara Djoko Tjandra bukanlah pidana korupsi, murni 'perkara perdata'. Transaksi cessie antara 2 perusahaan besar yaitu antara Bank Bali Tbk dan PT Era Giat Prima (Dirut EGP, Setya Novanto). Sangat jelas permasalahan hukumnya, tidak ada kerugian negara sepeserpun, tapi yang benar adalah uang Djoko Tjandra dirampas oleh negara," tutur Anita.

Disayangkan sekali oleh Anita ketidakhadiran Antasari sebagai Jaksa penuntut saat itu, bisa menjelaskan. Antasari sendiri sudah diundang Karni Ilyas untuk bisa hadir diacara ILC tapi Antasari tidak bersedia.

Sedangkan mengenai permohonan kartu tanda penduduk (KTP) dibeberkan Anita: "Seperti biasa hal yang wajar saya telephone ke Lurah, Pak ! Apakah Djoko Tjandra bisa memperpanjang KTP-nya karena KTP-nya 2009 (kadaluarsa)." tanya Anita ke Lurah.

"Baik Bu, saya akan check, kata Lurah."

Setelah dicheck, "Oh boleh Bu silahkan pak Djoko tinggal foto untuk mendapatkan e-KTP." terang Anita tentang percakapannya dengan Lurah.

Jadi Anita menyampaikan ke Djoko Tjandra (saat berkomunikasi DT masih diluar negeri) agar hadir untuk foto sekalian melakukan pendaftaran (ke PN).

Mengenai kehadiran DT di Indonesia, Anita tidak mengetahui persis kedatangannya. Yang jelasnya DT hari Minggu menelphone Anita, menyampaikan bila DT sudah dirumah. Minta dijemput Anita hari Senin sekalian ke pengadilan untuk mendaftarkan PK sesuai syarat PK (kehadiran).

Kedatangan Djoko Tjandra (ke Indonesia) untuk mengupayakan mengembalikan hak-hak dia sebagai warga negara Indonesia. Menjadi batasan Anita sebagai pengacara Djoko Tjandra mendaftarkan PK-nya (pendampingan hukum).

Sebagai pengacara yang diberi kuasa sejak tanggal 8 Juni 2020.


0 Komentar